Kasus penyebaran dan infeksi virus Covid-19 kembali merebak di Indonesia, salah satunya di daerah DKI Jakarta. Tingginya kasus penyebaran dan infeksi Covid-19 menyebabkan Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan pembelajaran tatap muka 1 bulan.
Anies Baswedan mengusulkan kepada Luhut Binsar Panjaitan selaku Koordinator PPKM Jawa-Bali untuk menghentikan pembelajaran tatap muka. Anies meminta supaya pembelajaran tatap muka 1 bulan ke depan dialihkan secara daring.
“Saya berkomunikasi dengan Pak Luhut Pandjaitan sebagai Ketua Satgas COVID Jawa-Bali menyampaikan usulan agar untuk Jakarta PTM atau pembelajaran tatap muka ditiadakan selama 1 bulan ke depan,” kata Anies Baswedan dilansir dari detik.com pada Rabu (2/2/2022).
Kebijakan yang dibuat oleh Gubernur Anies Baswedan ini didukung oleh Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta. PAN menilai penghentian pembelajaran tatap muka 1 bulan ke depan di ibu kota dilakukan demi mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 yang mengakibatkan fasilitas kesehatan (faskes) kewalahan.
“Kita memahami langkah yang diambil Gubernur ngirim surat untuk mendahului pemerintah pusat, pemerintah pusat kan masih menganggap boleh PTM tapi Gubernur minta dihentikan sebulan karena per hari ini positivity rate tinggi sekali, udah 15%. Kan WHO mintanya 5%, kita udah 15%,” ujar Sekretaris Fraksi PAN DPRD DKI Jakarta, Oman Rohman Rakinda pada Rabu (2/2/2022).
Setelah mengemukakan pendapatnya mengenai kebijakan yang diambil oleh Anies Baswedan mengenai penghentian pembelajaran tatap muka 1 bulan, Oman Rohman Rakinda juga mengingatkan prediksi puncak kasus Covid-19 varian Omicron yang kemungkinan akan terjadi pada bulan Maret 2022.
Baca Juga:
“Prediksinya itu nanti puncak di Maret tanggal 3, bisa 210 ribu, kasus aktif. Jadi makanya hitungan Satgas di Gubernur nggak cukup nanti faskes kita nanti merawat orang sakit. Makanya mendahului supaya tidak gelagapan mungkin langkahnya salah satunya PTM itu yang disampaikan itu, Gubernur minta berhenti 1 bulan,” kata Oman Rohman Rakinda.
Oman juga menjelaskan bahwa meskipun Omicron memiliki gejala yang lebih ringan daripada varian Covid-19 yang lain, ia tetap mengkhawatirkan ketersediaan ruangan di rumah sakit untuk merawat pasien.
“Takutnya nggak cukup untuk merawat yang ringan dan berat. Walaupun Omicron ini gejalanya lebih ringan ya, artinya kalau bergejala berat dan ringan itu persentasenya lebih kecil. Tapi karena penyebarannya besar dan cepat ya tetap akan jadi beban faskes dan nakes kita, makanya kita bisa memahami kalau Gubernur mengambil langkah seperti itu,” tandasnya.